Kamis, 10 November 2011

true story : patutkah saya mengeluh


Saya teringat pengalaman waktu lalu.waktu saya belum menerima kebutaan sebagai karunia Tuhan,Karena sering mengalami hal-hal yang saya anggap menyakitkan baik fisik maupun mental dari minimnya ketajaman mata ini,,(yang sebenarnya karunia dari Tuhan juga),maka saya sering "protes" kepadaNya dan dengan di iringi keluhan pada diri sendiri dan hidup,,,


Hingga pada suatu haru Tuhan mengirimkan seseorang yg menyadarkan pada saya,betapa saya harus banyak
bersyukur
.betapa saya tak pantas untuk mengeluh,,,


Dia seorang anak perempuan berusia 21 tahun,sebut saja namanya bela, (bukan nama sebenarnya).Bela datang pada saya bersama suster pendampingnya,untuk belajar huruf braille,yang membuat saya merasa kecil dan harus merasa bersyukur adalah,,

Bela(karna kecelakaan) bukan hanya buta,ia juga pengguna kursi roda,,kedua tangannya baal,(saya lupa istilah kedokteranya,semacam kehilangan rasa ketika menyentuh suatu benda),Padahal syarat utama untuk belajar huruf timbul adalah kepekaan jari jari kita,namun demikian,semangatnya untuk belajar huruf braille melebihi kekerasan baja sekalipun.


Beberapa bulan kemudian,Ibunda bela datang kepada saya dan menceritakan semangat bela sambil menitikkan air mata,,,"ibu tidak melarangdia terus belajar huruf braille,tapi ibu tak sampai hati melihat caranya belajar,,"begitulah kata ibu bela yang saya ingat...."memangnya bagaimana cara dia belajar bu?"..tanya saya,,,

Ibu bela bercerita ia sering liat bela di kamarnya sedang menciumi kertas timbul.mula mula ibu bela mengira bela sedang membaui kertas itu,,kebiasaan itu berlangsung beberapa hari,,,hingga akhirnya ibu bela mengetahuinya,,"karena Bela sulit sekali menggunakan jarinya untuk belajar huruf braille,,maka dia menggunakan bibirnya sebagai alat peraba,,".Ibu bela menjelaskan nya smbil terbata bata,,,


Sungguh perempuan yang luar biasa,saya malu pada Bela,pada diri sendiri dan pada Tuhan,,dalam keadaan semacam itu bela tdk pernah mengeluh,,Bahkan dia sering berkumpul dgn teman teman berkursi rodanya di beberapa rumah makan,.Dia menjalani hidup dengan penuh sahaja,,,,

"patutkah saya mengeluh,,"dalam hati saya,,Saya masih ada kaki untuk berjalan,masih ada jari jemari yg bisa membaca huruf braille,masih dapat membuat dan mengirim email ini secara mandiri,,,


Teman teman tercinta,kita akan segera keluar dari perasaan "sengsara,menderita,sakit,dll"bila kita bisa bersyukur,,bisa menerima keadaan diri kita apa adanya,,semoga demikianlah teman teman semua.Jadi,bila teman teman kesulitan untuk mengerti dan memahami sebuah buku setelah membacanya,,janganlah mengeluh tapi teruslah "bersyukur",,karena masih ada seorang teman milis seperti saya yang unuk membaca buku saja harus melalui beberapa yahapan,,,
1.Buku dalam bentuk hard-copydi scaning menjadi soft-file,hal ini bs berlangsung berhari hari tergantung tebal tipisnya halaman.
2.Setelah edit di komputer,buku tadi di konversi kedalam bentuk braille,,
3,Tahap akhir dicetak dgn embosser (printer braille).dengan menggunakan kertas yang tebal minimumnya 120gram..


apapun yang menimpa kondisimu saat ini,tak menjadi masalah,ketika engkau terbangun dari tidurmu,syukurilah,karna engkau masih bisa melihat warna warni hiasan dan benda di kamarmu,ingatlah disaat yg sama ,teman teman di mitranetra,mereka tetap tersenyum walaupun seumur hidup mereka(beberapa orang)tak pernah melihatseberkas cahaya sekalipun dan tak pernah mengenal warna warni seperti anda semua,,


Teman teman,cintailah dirimu sendiri,yang ada pada dirimu sekarang,adalah yang terbaik dalam rancanganNYA,,salam....



Irwin Dwi Susanto
Direktur Yayasan Mitranetra

Rudi Muliyono (momo),C.Ht.-QHI
Certified-Client Centered counselor & One Session Cleared Therapist

1 komentar: